Sebenarnya batas akhir shalat Isya itu kapan ya?,
karena sering isya saya lewatkan gara – gara lupa atau sering ketiduran dan
terbangun tengah malam sampai jam 03.00 pagi bahkan sudah mendekati fajar baru
saya melaksanakan sholat isya. Let’s disscuss -> Sebagian kalangan
berpendapat bahwa akhir shalat Isya’ sampai waktu shubuh. Namun perlu diketahui
secara seksama bahwa sebenarnya dalam masalah akhir waktu shalat Isya’ terdapat
perselisihan di antara ulama. Tentu saja untuk menguatkan pendapat yang ada kita
harus melihat dari berbagai dalil, lantas merojihkannya (mencari manakah
pendapat yang terkuat). Ini berarti kita pun nantinya tidak hanya sekedar
ikut-ikutan apa kata orang. Berikut pembahasan singkat dari kami tentang akhir
waktu shalat Isya’.
Perselisihan
Ulama
Pendapat pertama: Waktu akhir shalat Isya’ adalah
ketika terbit fajar shodiq (masuknya shalat shubuh) tanpa ada
perselisihan antara Imam Abu Hanifah dan pengikut ulama dari ulama Hanafiyah.
Pendapat ini juga jadi pegangan ulama Syafi’iyah, namun kurang masyhur di
kalangan ulama Malikiyah.
Pendapat kedua: Waktu akhir shalat Isya’ adalah sepertiga
malam. Inilah pendapat yang masyhur dari kalangan ulama Malikiyah.
Pendapat ketiga: Waktu akhir shalat Isya’ adalah sepertiga
malam, ini waktu ikhtiyari (waktu pilihan). Sedangkan waktu akhir
shalat Isya’ yang bersifat darurat adalah hingga terbit fajar. Waktu darurat
ini misalnya ketika seseorang sakit lantas sembuh ketika waktu darurat, maka ia
masih boleh mengerjakan shalat Isya’ di waktu itu. Begitu pula halnya wanita
haidh, wanita nifas ketika mereka suci di waktu tersebut. Inilah pendapat ulama
Hanabilah.
Pendapat keempat: Waktu akhir shalat Isya’ adalah
pertengahan malam. Yang berpendapat demikian adalah Ats Tsauri, Ibnul
Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Ash-habur ro’yi dan Imam Asy Syafi’i dalam
pendapatnya yang terdahulu.
(*) Waktu malam dihitung dari shalat Maghrib
hingga waktu Shubuh. Sehingga pertengahan malam, jika Maghrib misalnya
jam 6 sore dan Shubuh jam 4 pagi, kira-kira jam 11 malam.
Dalil yang
Menjadi Pegangan
Dalil yang menjadi pegangan bahwa waktu akhir
shalat Isya’ itu sampai terbit fajar shodiq (masuk waktu shubuh) adalah hadits
Abu Qotadah,
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِى
النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى
يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى
“Orang yang ketiduran tidaklah dikatakan
tafrith (meremehkan). Sesungguhnya yang dinamakan meremehkan adalah orang yang
tidak mengerjakan shalat sampai datang waktu shalat berikutnya.” (HR.
Muslim no. 681)
Dalil lainnya lagi adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata,
أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى
الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى
نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى
»
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu malam dan penghuni
masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda,
‘Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak
memberatkan umatku’.” (HR. Muslim no. 638)
Hadits di atas menunjukkan bahwa tidak mengapa
mengakhirkan shalat Isya’ hingga pertengahan malam. Jika shalatnya dikerjakan
pertengahan malam, berarti shalat Isya’ bisa berakhir setelah pertengahan
malam. Ini menunjukkan bahwa boleh jadi waktunya sampai terbit fajar shubuh.
Sedangkan dalil bagi ulama yang menyatakan bahwa
waktu akhir shalat Isya’ itu sepertiga malam adalah hadits di mana Jibril
menjadi imam bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada hari kedua
Jibril mengerjakan shalat tersebut pada sepertiga malam. Dalam hadits
disebutkan,
وَصَلَّى الْعِشَاءَ
إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
“Beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ hingga
sepertiga malam.” (HR. Abu Daud no. 395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Adapun dalil bahwa waktu akhir shalat Isya adalah
pertengahan malam dapat dilihat pada hadits ‘Abdullah bin ‘Amr,
وَوَقْتُ صَلاَةِ
الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ
“Waktu shalat Isya’ adalah hingga pertengahan
malam.” (HR. Muslim no. 612)
Juga dapat dilihat dalam hadits Anas,
أَخَّرَ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengakhirkan shalat Isya’ hingga pertengahan malam.” (HR. Bukhari no. 572)
Pendapat Lebih
Kuat
Di antara dalil-dalil yang dikemukakan di atas
yang menunjukkan waktu akhir shalat Isya’ adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr, “Waktu
shalat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612).
Adapun berdalil dengan hadits Abu Qotadah dengan
menyatakan bahwa waktu akhir shalat Isya’ itu sampai waktu fajar shubuh adalah
pendalilan yang kurang tepat. Karena dalam hadits itu sendiri tidak diterangkan
mengenai waktu shalat. Konteks pembicaraannya tidak menunjukkan hal itu. Hadits
tersebut cuma menerangkan dosa akibat seseorang mengakhirkan waktu shalat
hingga keluar waktunya dengan sengaja.
Sedangkan hadits ‘Aisyah,
أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى
الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى
نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى
»
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu malam dan
penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau
bersabda, ‘Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku
tidak memberatkan umatku’.” (HR. Muslim no. 638). Hadits ini bukanlah
maksudnya, “Sampai sebagian besar malam berlalu”, namun maksudnya adalah
“sampai berlalu malam”. Bisa bermakna demikian karena kita melihat pada konteks
hadits selanjutnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan
selanjutnya, “Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat”. Dan
tidak pernah seorang ulama yang mengatakan bahwa waktu afdhol untuk shalat
Isya’ adalah setelah lewat pertengahan malam.
Masih tersisa satu hadits, yaitu hadits Anas,
أَخَّرَ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ، ثُمَّ صَلَّى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengakhirkan shalat Isya’ hingga pertengahan malam, kemudian beliau shalat.”
(HR. Bukhari no. 572). Hadits tersebut dapat dipahami dengan kita katakan bahwa
waktu akhir shalat Isya’ adalah pertengahan malam, artinya pertengahan malam
shalat Isya’ itu berkahir. Sedangkan kalimat “kemudian beliau shalat” hanya
tambahan dari perowi. Jika memang bukan tambahan perowi, maka benarlah
pendapat tersebut, yaitu bahwa boleh jadi shalat Isya dilaksanakan setelah
pertengahan malam.
Dengan mempertimbangkan pemahaman dari hadits Anas di atas, artinya hadits tersebut masih bisa dipahami bahwa
setelah pertengahan malam masih dilaksanakan shalat Isya’, maka kesimpulan yang
terbaik adalah sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Qudamah. Beliau rahimahullah
mengatakan,
وَالْأَوْلَى إنْ شَاءَ
اللَّهُ تَعَالَى أَنْ لَا يُؤَخِّرَهَا عَنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ، وَإِنْ
أَخَّرَهَا إلَى نِصْفِ اللَّيْلِ جَازَ ، وَمَا بَعْدَ النِّصْفِ وَقْتُ
ضَرُورَةٍ ، الْحُكْمُ فِيهِ حُكْمُ وَقْتِ الضَّرُورَةِ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ
“Yang utama, insya Allah Ta’ala, waktu shalat
Isya’ tidak diakhirkan dari sepertiga malam. Jika diakhirkan sampai pertengahan
malam, itu boleh. Namun jika diakhirkan lebih dari pertengahan malam,
maka itu adalah waktu dhoruroh (waktu darurat). Yang dimaksudkan
dengan waktu dhoruroh adalah sebagaimana waktu dhoruroh dalam shalat
‘Ashar.”
(*) Ada dua macam waktu shalat yang perlu
diketahui:
Pertama, waktu ikhtiyari, yaitu
waktu di mana tidak boleh dilewati kecuali bagi orang yang ada udzur. Artinya,
selama tidak ada udzur (halangan), shalat tetap dilakukan sebelum waktu
ikhtiyari.
Kedua, waktu dhoruroh, yaitu waktu di
mana masih boleh melakukan ibadah bagi orang yang ada udzur, seperti wanita yang baru suci dari haidh,
orang kafir yang baru masuk Islam, seseorang yang baru baligh, orang gila yang
kembali sadar, orang yang bangun karena ketiduran dan orang sakit yang baru
sembuh. Orang-orang yang ada udzur boleh melakukan shalat meskipun pada waktu
dhoruroh.
Source: www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar